Monday, October 16, 2017

Perpustakaan dalam Menyediakan Informasi

Sumber Foto : Klik disini
Menyediakan informasi merupakan salah satu bentuk pelayanan diperpustakaan yang harus selalu dikembangkan, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan penggunanya. Kebutuhan terhadap informasi tidak hanya untuk menambah ilmu pengetahuan, akan tetapi informasi juga berfungsi untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Seorang petani mungkin saja akan membutuhkan informasi tentang keadaan alam, kapan akan terjadinya musim kemarau dan kapan waktu datangnya musim penghujan. Begitu juga dengan seorang pedagang yang selalu mempelajari keadaan pasar, mencari informasi mengenai perubahan harga barang, atau juga informasi yang berkaitan dengan strategi untuk memajukan usaha dagangannya.

Penjelasan diatas memberikan gambaran kegunaan informasi bagi masyarakat. Bisa juga diperhatikan, berdasarkan informasi manusia terbagi ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Ada banyak kelompok pengguna informasi dengan kriterianya masing-masing yang harus dilayani perpustakaan. Namun pada kenyataannya perpustakaan belum bisa dikatakan sukses dalam melayani kebutuhan informasi masyarakatnya. Mengutip uraian dalam bab penjelasan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang berbunyi sebagai berikut :

“Indonesia telah merdeka lebih dari separuh abad yang silam, tetapi perpustakaan ternyata belum menjadi bagian hidup keseharian masyarakat. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perlu dikembangkan suatu sistem nasional perpustakaan. Sistem itu merupakan wujud kerja sama dan perpaduan dari berbagai jenis perpustakaan di Indonesia demi memampukan institusi perpustakaan menjalankan fungsi utamanya menjadi wahana pembelajaran masyarakat dan demi mempercepat tercapainya tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dalam menyediakan informasi, perpustakaan telah menerapkan model pelayanan perpustakaan keliling yang merupakan salah satu bentuk pelayanan informasi terhantar. Namun pada zaman sekarang, menurut Pawit M Yusuf (2016: 137) informasi dan sumber-sumber informasi harus dilayankan secara online, dengan menyediakan informasi dalam bentuk e-book dan e-journal fulltext yang bisa diakses secara langsung oleh penggunanya.

Kesimpulannya, perpustakaan harus mengikuti perkembangan zaman dalam menyediakan informasi penggunanya. Ada banyak cara yang bisa dilakukan seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Akses bebas (open access) dengan fulltext juga merupakan cara ideal yang bisa dilakukan agar informasi bisa mencapai seluruh lapisan masyarakat. Open access juga akan memberikan banyak manfaat terhadap institusi yang menerapkannya, seperti yang dikemukakan oleh Ida Priyanto, yaitu sebagai berikut :
  • Open access secara tidak langsung akan mendukung misi institusi dalam memajukan ilmu pengetahuan.
  • Menyediakan askes ke sumber dengan anggaran yang lebih mahal.
  • Menyediakan akses ke masyarakat luas.
  • Meningkatkan demokrasi dan daya saing institusi.
Di dunia perguruan tinggi, open access ini sangat erat kaitannya dengan kebebasan civitas akademika dalam mengakses hasil-hasil penelitian. Secara umum universitas yang ada di Indonesia sudah menerapkan sistem layanan open access, namun masih terbatas dalam bagian-bagian tertentu saja. Pada dasarnya open access dilingkungan perguruan tinggi juga memberikan banyak manfaat terhadap peneliti dan mahasiswa, masih bersumber dari Ida Priyanto ada beberapa manfaat open access bagi peneliti dan mahasiswa, diantaranya :

Bagi peneliti :
  • Meningkatkan discoverability literature yang relevan dan memberikan jalan kemudahan dalam melakukan penelitian.
  • Meningkatkan visibilitas & impact karya tulis.
  • Meningkatkan sitasi.
  • Mendorong penelitian interdisipliner.
  • Meningkat penelitian dan invoasi.
Bagi mahasiswa :
  • Memberikan sumber yang dibutuhkan mahasiswa.
  • Memperkaya kualitas pendidikan.
  • Memberikan sumber yang dapat mendorong pendidikan.
Dari beberapa sumber yang didapatkan menyatakan bahwa penyebab terkendalanya sistem layanan open acces di Indonesia, dikarenakan oleh ketakutan terhadap maraknya praktek plagiasi, yang berdampak pada penurunan kualitas pendidikan. Namun, beberapa pendapat yang berlawanan dengan anggapan tersebut, bahwa dengan adanya open acces maka plagiasi akan lebih mudah diketahui. Seperti pendapat Fatmawati berikut :

“Dengan bantuan software anti plagiarisme (seperti Turnitin), seharusnya dapat memberikan isyarat preventif kepada siapa saja yang akan berbuat tidak sesuai kaidah pengutipan ilmiah. Melalui website turnitin.com kita dapat mengecek tingkat plagiasi suatu karya tulis dengan bahasa apapun. Hasil yang nampak dari tulisan yang diunggah ke situs turnitin adalah memunculkan sorotan blok dengan berbagai warna (highlight). Dengan demikian, akan jelas diketahui bagian yang tersorot biasanya menunjukkan bagian tulisan yang persis sama dengan tulisan lainnya, sehingga nampak berapa % tingkat kesamaannya. Cara umum termudah membedakan mana yang asli dan mana yang tiruan tinggal melihat waktu karya tulis yang diterbitkan”.

Referensi :

Fatmawati, Endang. 2013. Gerakan Open Access dalam Mendukung Komunikasi Keilmuan. Dalam Majalah : Visi Pustaka, Volume 15, Nomor 2.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Priyanto, ida. 2017. Materi Kuliah : Open Access. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Yusuf, Pawit M. 2016. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. Jakarta : Bumi Aksara.

2 comments:

  1. Apa akibat jika perpustakaan belum melakukan Open Access terhadap hasil publikasi ilmiah mereka mas Eko ?

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas pertanyaannya mas santana.

    Sesuai dengan 1 pendapat yang saya jelaskan diatas, bahwa akan lebih mudah untuk mengidentifikasi tingkat plagiasi yang dilakukan jika perpustakaan sudah menerapkan layanan open access untuk publikasi ilmiah. Dengan demikian, jika perpustakaan tidak bisa menerapkan open access, besar kemungkinan akan kesulitan dalam melacak kegiatan plagiasi, terutama untuk publikasi ilmiah yang dikelola perpustakaan tersebut.

    ReplyDelete