Saturday, March 10, 2018

Learning Commons dalam Perpustakaan Sekolah

Sumber foto: Klik disini
Salah satu tanggung jawab yang diberikan kepada lembaga perpustakaan ialah turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, perpustakaan diharapkan bisa memfasilitasi masyarakat sebagai tempat belajar sepangjang hayat. Namun di era digital seperti sekarang, ketika masyarakat bisa menggali informasi dan pengetahuan secara online, sangat berdampak terhadap menurunnya ketertarikan masyarakat untuk mengunjungi dan memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat belajar. 

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang dianggap telah merubah kebiasaan orang-orang dalam mencari informasi terutama pada net generation. Ketika perpustakaan tetap mempertahankan pelayanan secara klasik, tidak tertutup kemungkinan perpustakaan tersebut akan diabaikan oleh penggunanya.

Pada saat ini, koleksi cetak bisa jadi masih dominan dalam mendukung kegiatan pembelajaran. Akan tetapi, teknologi juga telah memberikan tawaran baru dengan menyediakan berbagai macam konten digital dalam bentuk file, audio, maupun video. Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya pengelola perpustakaan tidak hanya berpikir untuk menyediakan buku atau koleksi cetak lainnya, melainkan bagaimana caranya untuk mendorong proses pembelajaran itu agar berjalan lebih maksimal dan tidak membosankan. 

Menjawab persoalan di atas, salah satu terobosan yang bisa dilakukan ialah menjadikan perpustakan sebagai learning commons. Sebagai tempat bagi pengguna perpustakaan untuk berkreasi, berdiskusi atau belajar kelompok, dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan dari berbagai sumber, tentunya juga dilengkapi dengan peralatan IT dan koneksi ke internet. Learning commons lebih banyak diterapkan di perpustakaan sekolah, karena konsep learning commons adalah untuk mengantisipasi lingkungan dan cara belajar siswa dengan mediasi dari tenaga profesional di bidangnya (Fatmawati, 2010). Selain itu Kowalski dalam Wight (2015) juga menjelaskan: 
The learning commons is needed in a school library for many reasons. The learning commons is a safe haven for students, a place for them to connect to each other and the outside world, a common meeting ground, and a place for professional support for both students and staff” (Wight, 2015). 
Selain itu, learning commons ini juga memberikan kenyamanan dan menghapus kebosanan bagi siswa dalam belajar, karena tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi memberikan kecanduan pada generasi sekarang, dan pengola perpustakaan harus mencoba menciptakan bentuk baru dalam menyampaikan materi pembelajaran di perpustakaan. Fatmawati (2010) merumuskan hal-hal yang bisa dilakukan siswa dalam learning commons, sebagai berikut: 
  • Bebas memakai laptop dalam ruang perpustakaan, 
  • Berkolaborasi dan bersosialisasi, 
  • Makan dan minum (jadi di perpustakaan sudah seharusnya tidak ada lagi larang makan dan minum), 
  • Pertemuan kelompok dan belajar bersama, 
  • Memanfaatkan bahan pustaka dengan akses pada database dan software secara gratis, 
  • Menonton film maupun pameran, 
  • Menghadiri pendidikan pemakai. 
Namun pada kenyataannya, keadaan yang seperti masih sangat jarang di temukan terutama di Indonesia. Perpustakaan sekolah belum menjadi perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh pihak sekolah sendiri. Meskipun dibeberapa kota besar perpustakaan sekolah sudah dibina dengan baik, akan tetapi itu hanya sebagian kecil jika dibandingkan dengan perpustakaan sekolah di daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. 


Referensi: 

Wight, K.M. (2015). Learning Commons Versus Makerspaces. University of Central Missouri. 

Fatmawati, E. (2010). Learning Commons dalam Perspektif Perpustakaan 2.0. Jurnal Iqra, 04(01), pp. 51-57.

1 comment:

  1. Persoalan besar terjadi pada manajemen sekolah yang tidak melihat perpustakaan sebagai sumber utama pembelajaran.

    ReplyDelete