Friday, April 20, 2018

Ergonomi Internal Perpustakaan dan Antropometrik

Ergonomi Internal Perpustakaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ergonomi diartikan sebagai "ilmu tentang hubungan di antara manusia, mesin yang digunakan, dan lingkungan kerjanya". Konsep ergonomi ini merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam sebuah perusahaan atau institusi yang melayani publik. Terutama berkenaan dengan fasilitas, baik fasilitas untuk karyawan perusahaan maupun fasilitas untuk kebutuhan konsumen.

Perpustakaan merupakan salah satu institusi yang melayani publik. Oleh sebab itu, perpustakaan harus bisa menciptakan desain perpustakaan yang ergonomis. Hal ini bertujuan untuk membuat perpustakaan terasa lebih nyaman, meningkatkan kualitas dan efesiensi pelayanan, dan yang terpenting untuk menjadikan perpustakaan lebih mudah digunakan dan ramah pengguna (Jose and Anand, 2014).

Untuk menciptakan lingkungan internal perpustakaan yang ergonomis, Yulianti (2013) merekomendasikan empat elemen yang perlu diperhatikan diantaranya pencahayaan, tingkat kebisingan, temperatur ruangan, dan tingkat kelembaban. Pencahayaan berkenaan dengan banyaknya flux cahaya yang menyebar dalam sebuah ruangan, untuk perpustakaan pencahayaannya adalah 300 lx. Kemudian, kebisingan terkait dengan bunyi suara di perpustakaan, Nilai Ambang Batas yang ditetapkan ialah 70 dB(A). Agar kenyamanan pemustaka tetap terjaga, ruangan perpustakan perlu dibedakan antara ruangan untuk diskusi dan individual. Ruangan individual ini ditujukan untuk pemustaka yang membutuhkan konsentrasi tinggi, sehingga mengurangi gangguan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Selanjutnya untuk temperatur ruangan berkisar antara 18oC – 28oC, dan tingkat kelembaban antara 40-60%.

Wednesday, April 11, 2018

Menciptakan WOW Factor Pada Perpustakaan Daerah

Sumber foto: Klik disini
Perpustakaan harus memiliki sesuatu yang berbeda dengan perpustakaan yang lainnya. Hal tersebut bisa digambarkan melalui koleksi, desain gedung, ataupun penataan ruang perpustakaan. Inilah maksud dari kata “WOW factor” dalam artikel ini. Dalam menciptakan WOW factor, sebuah perpustakaan tidak bisa mencontoh perpustakaan lain, meskipun perpustakaan yang akan dicontoh tersebut sudah berkelas dunia sekalipun. Akan tetapi pihak perpustakaan harus bisa melihat dengan cermat apa yang bisa ditonjolkan dari lingkungan dimana perpustakaan itu berada. 

Di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Riau atau yang lebih dikenal dengan sebutan Perpustakaan Soeman HS, memiliki sebuah ruangan yang cukup menarik ketika mendengar nama ruangan tersebut, terutama bagi masyarakat melayu. Rungan itu dinamakan “Bilik Melayu”, bilik dalam hal ini berarti kamar. Didalam ruangan ini tersimpan berbagai macam koleksi yang berbau kemelayuan, khususnya tentang masyarakat melayu Riau. Mulai dari buku-buku sejarah melayu, para tokoh dan pemuka adat, buku sastra melayu, sampai dengan buku-buku makanan khas (tradisional) melayu Riau.

Thursday, April 5, 2018

Learning Space


Sumber foto: Klik disini
Pada saat ini, pembagian ruangan dalam perpustakaan sudah menjadi tren untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna, dengan berbagai modifikasi dan atribut yang disediakan. Ruangan perpustakaan tidak lagi diperhitungkan sebagai tempat untuk memajang koleksi, karena kebutuhan pengguna terhadap koleksi cetak semakin tertutupi dengan hadirnya beragam koleksi dalam bentuk digital. Kita percaya bahwa perkembangan teknologi telah merubah kultur dan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat. 

Sebagai contoh, bisa dilihat perubahan yang terjadi dikalangan pelajar/mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa datang ke perpustakaan adalah untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Akan tetapi belum bisa dikatakan bahwa mereka datang karena kebutuhannya terhadap koleksi cetak yang tersedia diperpustakaan. Fakta yang terlihat, kebanyakan dari mereka hanya mengutak-atik keyboard dan fokus menatap layar kaca yang ada depannya.