Wednesday, April 11, 2018

Menciptakan WOW Factor Pada Perpustakaan Daerah

Sumber foto: Klik disini
Perpustakaan harus memiliki sesuatu yang berbeda dengan perpustakaan yang lainnya. Hal tersebut bisa digambarkan melalui koleksi, desain gedung, ataupun penataan ruang perpustakaan. Inilah maksud dari kata “WOW factor” dalam artikel ini. Dalam menciptakan WOW factor, sebuah perpustakaan tidak bisa mencontoh perpustakaan lain, meskipun perpustakaan yang akan dicontoh tersebut sudah berkelas dunia sekalipun. Akan tetapi pihak perpustakaan harus bisa melihat dengan cermat apa yang bisa ditonjolkan dari lingkungan dimana perpustakaan itu berada. 

Di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Riau atau yang lebih dikenal dengan sebutan Perpustakaan Soeman HS, memiliki sebuah ruangan yang cukup menarik ketika mendengar nama ruangan tersebut, terutama bagi masyarakat melayu. Rungan itu dinamakan “Bilik Melayu”, bilik dalam hal ini berarti kamar. Didalam ruangan ini tersimpan berbagai macam koleksi yang berbau kemelayuan, khususnya tentang masyarakat melayu Riau. Mulai dari buku-buku sejarah melayu, para tokoh dan pemuka adat, buku sastra melayu, sampai dengan buku-buku makanan khas (tradisional) melayu Riau.

Bilik Melayu ini juga menjadi perhatian bagi peneliti dari luar negeri, terutama Belanda dan Jepang. Bagi peneliti dari Belanda misalnya, mereka ingin mengetahui hubungan antara Belanda dengan Kerajaan Kesultanan Riau yang terjadi pada masa penjajahan dulu. (www.riau.go.id, 16 Januari 2017). Akan tetapi ruangan ini dirasa masih kurang efektif, karena berada dilantai 3 dan terletak dibagian pojok gedung perpustakaan. Akan lebih menarik jika Bilik Melayu ini berada di lantai 1, sehingga pengunjung yang datang langsung disambut oleh ruangan ini. 

Beranjak dari penjelasan di atas, budaya lokal bisa menjelma sebagai WOW factor di perpustakaaan. Sebagaimna yang kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari berbagai suku, dan masing-masing memiliki budaya dan tradisi yang unik. Jika kebudayaan tersebut dibawa masuk ke perpustakaan, maka akan jadi pembeda bagi sebuah perpustakaan. Dalam pasal 8 huruf F, Undang-undang Perpustakaan juga dicantumkan bahwa “Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya”. 

Setiap daerah tentunya memiliki berbagai macam objek yang mengandung nilai budaya, yang bisa dikembangkan, dilestarikan, dan diperkenalkan kepada generasi bangsa. Muliyadi (2013) Naskah-naskah kuno seperti Hikayat Hang Tuah dari Melayu, Cerita Parahyangan dari Sunda, Babad Tanah Jawi dari Jawa, La Galigo dari Makassar yang ditulis di daun lontar, kulit kayu dengan menggunakan aksara Arab, Melayu, Sunda, Jawa dan aksara Bugis-Makasar merupakan contoh-contoh hasil budaya nenek moyang bangsa Indonesia yang harus dilestarikan. Namun, masih belum banyak institusi perpustakaan berkontribusi dalam melestarikan kebudayaan bangsa. Karena perpustakaan hanya dianggap sebagai gudang buku, dan kesadaran untuk terus mengebangkan fungsi perpustakaan yang masih rendah dari semua pihak.


Referensi: 

Muliyadi, I. (2013). Revitalisasi Peran Stake Holders Perpustakaan Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya Bangsa dalam Rangka Membangun Kerjasama Perpustakaan di Kawasan Asia Tenggara. Jurnal khizanah Al Hikmah, 1 (1), pp. 71-76. 

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. 

Bilik Melayu di Perpustakaan Soeman HS Simpan Budaya dan Sejarah Riau. Diakses dari www.riau.go.id pada 11 April 2018.

1 comment:

  1. Membayangkan WOW factor dengan menggunakan unsur pustakawan......

    ReplyDelete